Sebenernya pemakaian kata “ngomel” di judul di atas terdengar negatif. Namun, menurut saya kata tersebut tepat
menggambarkan para netizen di dunia,
tak terkecuali Indonesia. Masih berkorelasi dengan hoax sebenarnya, karena orang yang menyebar berita hoax dan percaya, kebanyakan mereka
tidak bisa mengontrol perkataan. Jujur ya, Twitter
saya isinya sudah amburadul. Apalagi ini menjelang detik-detik putaran
pilkada Jakarta yang kedua. Kemudian di Twitter
saya yang satunya, juga dipenuhi oleh para Islamophobia dan para troll account. Intinya sama, beda bahasa
saja.
Start off
with pilkada Jakarta. To be very honest, saya males membaca berita ini. Bukannya tidak
peduli, tapi saya sekarang juga nggak tahu portal mana yang bisa dipercaya.
Beberapa minggu lalu saya sempat melihat di timeline
Twitter jika salah satu portal berita online
terbesar di Indonesia, menyampaikan berita yang tidak benar. Sigh. Ya kan, jadinya tambah males.
Terkait dengan Ahok, jujur, sebagai umat muslim, marah dong, kitab saya dihina.
Terkait beberapa aksi bela ulama, saya juga fine-fine
saja. Kapan lagi umat Islam bersatu? Biasanya kan ribut gara-gara kubu NU,
Muhammadiyah, dll. Fansnya Ahok dan Anies sama-sama bacot sih menurut saya, tentu nggak semua. Mereka sibuk mencari
kesalahan paslon lain dan menyebar kebencian di Twitter. Kenapa nggak pada sibuk menyebarkan berita baik sih? Saya
juga kecewa dengan beberapa publik figur yang memanfaatkan followers mereka, dengan tidak langsung, membela mereka dan membuat
orang yang tak sepaham dibash. I mean, mereka sengaja ngequote pendapat orang lain yang tidak
setuju atau bahkan bertentangan dengan mereka, yang mengakibatkan cepatnya cyber bullying. Contoh sederhanya
seperti ini:
Akun A berpendapat. Kemudian akun B, entah mengquote atau membalas dengan jawaban
kontradiksi. Akun A memiliki banyak followers,
dan sengaja mengquote agar followers mereka tahu. Setelah itu,
biasanya akun B akan diserang. Sudah, siklusnya berulang seperti itu.
Saya kecewa
melihat kebanyakan umat Muslim di Indonesia saling bertengkar dan menjatuhkan
hanya gara-gara beda paslon. Tak sedikit dari mereka juga suka sibuk bertengkar
di media sosial daripada menyebarkan berita yang bermanfaat. Dan maaf sekali,
saya harus mengatakan hal seperti ini, tapi umat muslim di Indonesia sekarang
cenderung main hakim sendiri. Kita memang mayoritas di sini, tapi bukan berarti
kita bisa melakukan hal seenaknya sendiri. Banyak juga yang bilang, “Coba di
Myanmar, muslim loh disiksa tapi di sini agama lain biasa saja.” Terus kalian
mau membalas dendam kepada kaum di sini yang tak ada hubungan sama sekali
dengan kaum yang menindas umat Muslim di Myanmar? Karena Muslim di sana
disiksa, apakah kita muslim di sini berhak menyiksa kaum non-Muslim? In case you do not know, Saya muslim,
100% muslim. Saya tidak membela Ahok atau siapapun di sini. Saya tentu kesal
dengan Ahok karena sudah menghina ulama/Al-Quran. Tapi kita tinggal di negara
hukum, bukan negara Islam. Biarkan aparat hukum yang menyelesaikan. Sebagai
umat Muslim, kewajiban kita berdoa agar kebenaran bisa terungkap. Saya kecewa
dengan beberapa orang Muslim yang katanya cinta Agama Islam, tapi sibuk
bertengkar di Sosial Media. Kita semua sama-sama tahu bahwa banyak akun sampah
di Twitter. Kalau nggak suka block aja, beres. Kalau kalian mau
ngeladenin? Boleh sih, tapi niatnya harus educating
them. Jika tidak bisa, block aja.
Enak kan meringankan emosi sekaligus dosa? Masih terkait pilkada Jakarta bahwa
umat Muslim wajib memilih Muslim yang lain sebagai calon pemimpin. Umat muslim
wajib tahu dan menyebarkan. Jika sudah tapi masih ada yang memilih calon
pemimpin non-Muslim ya sudah. Kan tugas kita menyampaikan, bukan penerimaan?
Sempat kemarin juga ada suatu kebijakan jika ada seorang Muslim meninggal terus
ketahuan mendukung Ahok, jasadnya tidak akan dishalati. Sebagai umat muslim,
pakai juga hati nuraninyalah. Hukum shalat
jenazah adalah fardhlu kifayah. Kalau tidak ada yang
menshalati, maka langsung dikubur, begitu? Janganlah kalau menurut pendapat
pribadi karena hal tersebut terlalu childish.
I mean, balik lagi bahwa islam bukan
agama yang memaksa. Kita dakwahin dengan cara yang santun tentunya, jika tidak
mau ya sudahlah. Allah pasti akan balas kok, tenang saja. Sekali lagi, tugas
kita menyampaikan, bukan penerimaan. Untuk para pendukung paslon, mereka yang
sudah berpangkat, mereka yang sudah terkenal, semoga lebih bijak dalam
menghadapi tweet-tweet hoax dan
jangan kepancing emosi. Dan untuk para netizen
ababil, nggak usah sok-sokan paling bener. Ingat kalau mulutmu adalah
harimaumu.
Lalu di akun saya yang satunya, bukan pilkada-related, juga tak berbeda jauh. Beberapa waktu lalu saya sempat
bikit tulisan yang berjudul “Dealing with
the Ignorance”, cerita saya yang sadar bahwa kaum Islamophobia itu seambrek
di Twitter. Sekitar dua minggu lalu,
lagi-lagi, saya harus dealing sama
mereka. Bukan sok-sokan apa, cumin saya nggak bisa tinggal diam kalau ada
orang-orang yang mnjelek-jelekkan agama saya. Dan jujur, kali ini benar-benar
lebih buruk dai sebelumnya karena dia bilangnya “belajar Islam” dan dia juga
tahu beberapa hadist. Sayangnya, dia
hanya membaca, tidak mengerti. Beberapa hadist
bahkan saya baru tahu, dia lebih tahu dan terus mendesak saya untuk
menjelaskan dan mengakui kalau agama saya keras. I was like, nih orang katanya baca Al-Quran tapi masih bilang Islam agama yang suka membunuh. Nggak
negrti sih, dia baca Al-Quran yang mana. Wong
sudah jelas membunuh itu dilarang di Al-Quran, tetep aja dia ngeyel. Dan
yang paling menjengkelkan adalah dia menjelek-jelekkan nabi saya, Nabi Muhammad
SAW. Bagaimana sih perasaan kita ketika nabi sendiri diaccused as rapist and murderer? Look
the way he/she talked to me, so unethical. Ya “bacot” itu bahasa pasnya. The funny part is dia pendukung Trump
dan percaya kalau Joseph Smith itu
nabi baru gara-gara, katanya, Joseph
Smith bisa melihat malaikat. Ya kan, dia Cuma baca Al-Quan tapi nggak
menoba mengerti maksudnya #epicfail. Selain masalah islamophobia, banyak orang yang membuat “joke”, yang menurut saya, kelewat batas sih. Misalnya, “Die” atau “Go choke”. Saya tahu banget itu cuma candaan tapi kalau dari segi
agama ya, perkataan bisa jadi doa. Makanya hati-hati dengan mulut. Belum lagi
mereka yang membuat “joke” tentang
Jesus. Jesus atau Nabi Isa a.s adalah salah satu Rasul di agama Islam. Kami
menghormati sekali. Sedangkan kalian yang menganggap Jesus sebagai Tuhan, malah
membuat lelucon yang sama sekali tidak lucu. Misalnya “Jesus is a female”, “Jesus
was dead and people are still following Christianity”, kemudian mengganti
foto Jesus dengan idola mereka, lalu bilang idola mereka sebagai Tuhan. Maaf
ya, setahu saya, kami para Muslim nggak berani dan dilarang memportrait nabi, atau bahkan Tuhan. Namun
kalian malah seperti itu, merendahkan Tuhan kalian sendiri. Nggak nyaman
bacanya, nabi saya malah dibuat candaan. Alhamdulillah, tidak ada (sejauh yang
saya tahu), umat Muslim yang membuat lelucon tentang nabi kami sendiri.
How care he/she called out my Prophet and my God (Allah SWT) |
Bacot banget |
Seperti itulah potret dunia media sosial sekarang, orang-orang
ngomongnya nggak karuan, tidak beretika, suka sebar fitnah, membuat lelucon
tentang agama, dan menjelek-jelekkan agama orang lain. Para netizen, bacotnya nggak bisa dijaga. Either they are Indonesian or nah, sama
saja.