H+1 Lebaran, as usual
my family went to pakdhe Bas (as the oldest) in Sidoarjo. But before we got
there, my parents had to visit pak Bambang’s house as the leader of UPT Kemlagi
(my mother’s working). Because we had to visit pakdhe Bas, we were not so long.
Just ate meatball. I, my brother, and Wina walked around and took some pictures.
Ok, Sidoarjo we were coming. Sidoarjo was so hot. It was hotter than Mojokerto.
I took a nap not more than an hour but I sweated. Oh My God, such as sauna.
Before we got back home, we visited mbak Nia’s house (pakdhe Bas’ daughter).
Wow, he house was big and luxurious. It had home theater. The time was out. But
then my father’s mobile phone rang. Pakdhe Tomo (from Dompu, NTB) came and he
ordered my father to pick him up at the Juanda airport. First he said he was
about to come at 1 pm, then 3 pm, then maghrib, and finally at 9.30 pm. Oh God,
we left pakdhe Bas’ house at 12 pm. To wait the time, we visited mbah San (my
grandpa’s younger brother) in Surabaya. But the time still look too long. We
made of our mind to wait at the outside of the Juanda. Such usual, we took some
pictures. I realize that each moment in your life must be recorded. Because you
never knew when the last time you had it. We made some poses such as jumping,
natural, modern-able, and many more. Maghrib had come, it was time to salat. We
prayed in the airport, then just walked around with seeing many bule.
Bored bored and
bored. We spent the time by walking, sitting, eating, singing, and many more
but where was pakdhe Tomo ? Fortunately Wina join with my family. With her
funny motto “Ojo Nesu” the time look so funny. Still bored ??? Yes it was.
Pakdhe Tomo called, and in fact he transited in Djekardah. What ? From NTB to
Surabaya, why it had to transit Jakarta ? lebaran effect, too many people leave
for Surabaya. Ok, at leat we got the certainness. Finally he came with innocent
smile. We left home at 9 pm, and 9 am we got back home. 12 hours full.
On this day, Saturday 17th
August 2013 is superb time with my whole family and relatives. This is a kind
of tradition in my big family. I mean not only my family but others people who
gather to celebrate Lebaran day. As you know my family consist of Islam and
Christian but it doesn’t mean we are not close. Actually we are used to gather
in the oldest’ house but we (the kids) want to have a differ situation. So, we
rent a villa for a night in Kebun The, Malang.
Not so good as my family got a
problem with our car on the way to reach in Kebun The. It could be there at 12
pm but late arrived at 13.30 due to the radiator of the car. I was not
regretting because with this kind of problem, I knew the function of radiator,
its place and how to clean it. Finally, we got the villa and met up with budhe
Yayuk & family, pakdhe Prap & family. After salat Dhuhur, we run to the
yard, played futsal, volley ball, paint ball, wall climbing, and rugby. so much
fun, I was really happy. We laughed together. My best camera pose was jumping.
I like jumping pose. So, Wina and me did jumping poses then the others followed
us. The photos were good enough.
In the night, we bought some
corns of the cob and coffee. Ate corn of the con in cold air with my family and
relatives was immaculate moment and unforgettable. Chit chat with mbak Febri
and mas Nugie improve my mind about struggle and business. He said “If you
splash into the business, deceived and patient are the part of itself “. “The scholarship
are spread everywhere, so you must strive for it”. Shared happiness, sadness,
succeedness, and failness could improve my mind and thought that something is
so weirs and uncertain. The watch shown the night getting colder, so we back to
the villa.
In the morning was so cold but I
didn’t want to spend my time with laziness (re:sleeping). After shubuh, we took
a walk around Kebun Teh with took some pictures. That moment I always to face
it in each year. Yeahhh, can’t wait to gather again in next Lebaran. But we
also have a chance to gather again in September (my niece’s syukuran to build a
new house. She had three houses) and Christmas. Can’t wait. Upload the photos
sooner
Jika kita searching di google dengan keyword “ jamu” , maka yang akan muncul adalah traditional medicine in Indonesia
(sumber : Wikipedia). Jamu merupakan obat alami yang artinya terbuat dari
bahan-bahan di alam, misalnya daun, akar, dan buah. Ada juga yang terbuat dari
bagian tubuh binatang misalnya empedu. Khasiatnya ? Jangan ditanya, karena
terbuat dari bahan-bahan yang masih alami, jamu tidak memberikan efek yang
terlalu ekstrem seperti bahan-bahan kimia. Namun cara kerjanya pun tidak secepat
obat berbahan kimia, oleh karena itu orang-orang mulai meninggalkan warisan
asli Indonesia ini. Orang-orang zaman sekarang cenderung menginginkan sesuatu
secara instant tanpa memikirkan efek
panjang yang akan diderita. Tak heran, angka kematian di abad ke-20 menurut grasikkab.go.id meningkat pesat. Apa penyebabnya ? Sesuai data
statistik yang diambil dari Indonesia Sehat menunjukkan pada tahun 2010, 59%
kematian di Indonesia disebabkan oleh gaya hidup.
Sebagai warga
Indonesia kita harus bersyukur karena warisan asli Indonesia sangatlah banyak.
Namun yang banyak dikenal adalah batik, reog ponorogo, dan angklung. Padahal
Indonesia juga mempunyai produk obat asli, yaitu jamu yang namanya sedikit demi
sedikit mulai memudar. Jika orang Indonesia yang berada di luar negeri sering
mempromosikan batik atau angklung, lebih baik sekarang juga mengenalkan jamu.
Seperti diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan rempah-rempah.
Buktinya ? Bertahun-tahun Indonesia dijajah negara lain. Kenapa bisa dijajah ?
Rempah-rempah. Ya, jawabannya sangat singkat yaitu karena mereka menginginkan
rempah-rempah. Dengan banyaknya yang menginginkan rempah-rempah, pasti ada
khasiat yang dimiliki. Banyak khasiatnya ? Banyak sekali. Misalnya empon-empon
atau rempah-rempah dari rimpang yang memiliki khasiat dahsyat dari tubuh.
Empon-empon dapat meningkatkan peristaltik saluran cerna, ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) untuk antiviral dan
imunostimulator (peransang imunitas). Menurut pendiri industri jamu terkemuka,
Dr. Martha Tilaar yang meluncurkan sebuah buku berjudul “The Green Science of Jamu” menyatakan bahwa tanaman herbal mampu
memperbaiki aktivitas biomolekuler tubuh. Tanaman ini juga dapat melakukan
biosintesis kombinasi dari senyawa metabolis sekundernya. Obat herbal
tradisional seperti jamu dapat meningkatkan dan memperbaiki ekspresi gen tubuh.
Itu hanya contoh sekelumit dari rempah-rempah beserta khasiatnya. Masih banyak
sekali contoh rempah-rempah dan fungsi-fungsinya yang jika semuanya dijelaskan
bisa menjadi sebuah buku.
Tak sulit menemukan
tanaman-tanaman herbal, apalagi di daerah pedesaan. Seperti lagu yang dibawakan
Koes Ploes (penyanyi Indonesia) yang berjudul “Kolam Susu” bahwa tongkat kayu
dan batu jadi tanaman. Maksud dari lagu itu adalah bahwa tanah di Indonesia
khususnya di pulau Jawa sangatlah subur. Cocok untuk ditanami berbagai macam
tanaman karena iklim Indonesia bersifat tropis. Untuk itu, anugerah ini pun
harus dimaksimalkan dengan cara mengolah macam-macam tanaman tersebut menjadi
sesuatu yang berkhasiat, jamu salah satunya. Jangan sampai nasib warisan asli
Indonesia ini diklaim oleh negara lain, seperti nasib batik dan warisan asli
Indonesia lainnya. Menurut economy.okezone.com
bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi mengajukan jamu ke badan dunia
PBB, UNESCO, untuk disahkan sebagai salah satu warisan dunia. Alasannya karena
jamu termasuk warisan produk ramuan
kreativitas dari nenek moyang. Selain itu agar jamu tidak hanya dikenal di
dalam negeri namun juga dikenal sampai mancanegara.
Upaya untuk
melestarikan jamu sebagai warisan asli Indonesia ini tidak hanya berhenti
sampai Kemendag mengajukan jamu ke UNESCO. Namun sebagai warga Indonesia yang
wajib bangga terhadap produk asli ini, juga wajib melestarikannya kembali.
Sejujurnya, sekarang itu sulit jika ingin menikmati jamu. Di setiap daerah
pasti ada yang menjual namun jumlahnya bisa dihitung jari. Dulu setiap sore
pasti ada yang menjual jamu, lalu para warga akan berbondong-bondong
membelinya. Tugas untuk para orang tua adalah agar tidak hanya memperkenalkan
obat kimia atau suplemen ke anak-anak
namun juga memperkenalkan produk jamu beserta manfaat-manfaatnya. Mari kita
jaga jamu sebagai hasil kreativitas nenek moyang agar keberadaannya tidak
tergeser oleh obat kimia ataupun punah.