Hari Selasa, 10
Juni 2014 saya mengikuti sebuah training
gratis dari Wealth Institute. Ok,
sebelum mulai izinkan saya menceritakan aktivitas saya. Beberapa hari lalu,
saya diajak oleh salah satu teman untuk membuat sebuah sistem. Sistem? Tolong
saya sebenarnya sudah muak dengan kata ini. Hampir setiap hari, kata ini selalu
bergentayangan di mana-mana, bahkan ketika kelas psikologi industri. Saya
menyebutnya kelas Psikologi industri rasa sistem ala teknik. Stop. Maksud sistem di sini lebih luas
dari makna yang selama ini terpatri dalam pikiran saya (baca: sistem teknik). Bismillah. Membuat sistem adalah tugas
utama dari mahasiswa Teknik Industri, maka dari itu ketika ada tawaran ini saya
pun langsung menerima dan bersyukur. Sebelum tahu lebih jauh tentang sistem
ini, kami diajak oleh founder dari Wealth Institute untuk mengikuti training gratis. Gratis? Langsung berangkat. Temanya adalah happiness atau kebahagiaan. Saya tanya
dulu ya:
Sukses+Kaya=Bahagia (1)
Bahagia=Sukses+Kaya (2)
Persamaan (1) dan (2) sama ataukah berbeda?
Kalau Anda berpikir scientic pasti
kedua persamaan tersebut adalah sama. Tapi jika Anda sedikit menggunakan logika
dan perasaan, pasti jawabannya berbeda. Pada persamaan (1) bahagia diperoleh
dari faktor kaya dan sukses. Sebelum sukses dan kaya terpenuhi, tidak akan ada
yang namanya bahagia. Lantas, bagaimana dengan persamaan (2)? Pada persamaan
(2) bahagia terletak di awal atau sebagai input.
Tak peduli apakah sukses dan kaya terpenuhi, yang namanya bahagia telah ada
karena “bahagia” ini terletak di depan, bukan di belakang sebagai output. Intinya, output bahagia pada persamaan (1) tak akan terpenuhi jika inputnya (kaya dan sukses) tak pernah
ada. Berbeda jika Anda meletakkan bahagia sebagai input, output yang akan
Anda terima adalah kaya dan sukses. Dalam arti lain, dua faktor ini adalah
bonus dari input bahagia Anda. Begitupun
kita, terkadang kita selama ini sulit merasakan kebahagiaan. Mengapa? Karena
Anda meletakkannya sebagai hasil atau output.
Dan ada satu faktor lagi penyebab Anda kurang merasa bahagia, yaitu terlalu
banyak kata “kalau atau jika”. Pernahkan Anda berbicara seperti ini?
“Saya bahagia JIKA
mempunyai rumah mewah.”
“Saya bahagia KALAU
mempunyai banyak uang.”
Pertanyaannya
adalah, jika Anda tidak mempunyai rumah mewah dan banyak uang, berarti Anda tak
bahagia, Kan? Apakah Anda mau kebahagiaan Anda gagal hanya karena kata “jika
atau kalau”? Sebenarnya, konsep bahagia sangatlah sederhana. Coba ganti dengan
kata ini, “Saya bahagia mempunyai banyak uang.” Makna dari kalimat kedua ini
adalah Anda bahagia mempunyai uang. Namun, jika Anda tidak mempunyai uang, bukan
berarti Anda tak bahagia, Kan? Hal ini dikarenakan tidak ada syarat dalam bahagia
itu sendiri. Syarat di sini adalah kata jika dan kalau. Sekarang mari kita
hubungkan konsep ini dengan mata kuliah simulasi. Di mata kuliah tersebut telah
dijelaskan bahwa semakin banyak syarat pada model simulasi, maka model simulasi
Anda semakin tidak akurat (menjauhi sistem nyata). Sebaliknya, semakin sedikit
syarat maka semakin model simulasi Anda mendekati sistem nyata. Begitupun
dengan bahagia, jika Anda terlalu banyak memberi syarat, maka semakin jauh Anda
mendapatkan sistem nyata dari bahagia itu. Bukankah bahagia adalah sebuah
sistem?
Buanglah kata kalau
atau jika, dan satu ini yang sangat manjur yaitu tirulah perilaku anak kecil.
Apakah Anda pernah melihat anak kecil galau? Mereka setiap hari pasti terlihat
bahagia dan selalu semangat menjalani hidup. Mengapa bisa seperti itu? Karena mereka tak ada beban. Apakah Anda pernah
melihat anak kecil yang galau memikirkan makanan? Tidak, Kan? Memang secara real, anak kecil berbeda nasib dengan
orang dewasa. Sifat anak kecil adalah dikejar uang, sedangkan orang dewasa
adalah mengejar uang. Maksudnya dikejar dan mengejar uang itu apa? Sebelum saya
menjawab, kira-kira pilihan mana yang Anda pilih? Mengejar uang atau dikejar
uang?
Ketika Anda
menggelar acara pernikahan, pasti Anda akan menyebar undangan ke mana-mana. Apa
sih tujuan sebenarnya? Jawabannya
adalah UANG. Semakin banyak Anda mengundang orang, semakin banyak kemungkinan
uang yang Anda terima. Dalam hal ini adalah balik modal. Namun, pernahkan Anda melihat
orang menyebar undangan kelahiran bayi? Yang ada pasti orang datang tanpa
diundang. Dan pastinya ada saja yang dibawa. Entah itu sabun, popok, baju, dan
lain-lain. Itulah bayi, selalu dikejar-kejar uang. Nah, lantas bagaimana dengan kita sebagai orang dewasa agar dikejar
uang? Lihat surat Ibrahim ayat 7, yang menjelaskan bahwa:
“Sesungguhnya jika
kamu BERSYUKUR, PASTI Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.”
Sepertinya makna
tersebut telah mewakili jawaban dari pertanyaan saya. Allah, sebagai Maha
Pencipta seluruh Alam telah berkata PASTI yang artinya jika kita benar-benar
mengaplikasikan makna ayat tersebut, pastilah janji Allah terpenuhi. Lantas,
apa hubungannya dengan bahagia? Ok, saya ambil contoh dari persamaan (1) yaitu
kaya sebagai bonus. Namun ingat ya, bahagia tidak selalu berhubungan dengan
uang. Saya hanya mengambil contoh dari pemikiran banyak orang tentang apa itu
bahagia. Telah terpapar jelas dari ayat di atas bahwa jika kita bersyukur, maka
Allah akan menambah nikmat-Nya. Iya, jawabannya adalah BERSYUKUR. Saya tadi
mendapat sebuah jurnal yang berisi kolom-kolom. Saya menyebutnya jurnal syukur. Kolom-kolom tersebut harus
diisi dengan berbagai nikmat yang Allah telah berikan kepada kita setiap hari.
Misalnya diisi seperti ini:
“Ya Allah terima
kasih telah memberi kesempatan saya mengikuti training hratis nan luar biasa ini.”
Coba deh, list
semua kenikmatan-kenikmatan Allah. Mulai dari hal paling sederhana yaitu nafas
dan indra. Kita terkadang terlalu muluk-muluk mengenai konsep bahagia.
Ingin uang banyaklah, punya suami ganteng
nan kayalah *ehem. Bayangkan saja ya,
Anda mendapatkan apa yang Anda mau yaitu mempunyai banyak uang. Namun di saat
itu, Allah mengambil mata indah atau nyawa Anda. Masih bahagia, Kah? Tujuan penulisan jurnal syukur ini adalah membuka mata, hati, dan pikiran Anda
bahwa janganlah jadi kacang yang lupa kulitnya. Meminta ini dan itu tanpa
mengucap terima kasih. Dalam konteks ini Allah memberi syarat yaitu dengan kata
“jika.” Ia berhak memberi syarat karena Ia-lah Allah Pencipta Dunia dan
segalanya. Jadi kalau syarat tak terpenuhi, maka hasil juga tak akan didapat.
Syaratnya mudah kok, yaitu hanya BERSYUKUR. Saya ulang lagi, yaitu BERSYUKUR. Jika
Anda selalu bersyukur, jangan heran jika Anda akan dikejar uang layaknya bayi. Pertama
saya mengelist rasa syukur saya,
tidak tahu mengapa air mata ini kok ya datang tanpa kulonuwun dulu. Deras lagi layaknya debit air di Sungai Brantas.
Air mata itu datang bukan tanpa tujuan. Air mata itu mengingatkan betapa kita
sebagai makhluk-Nya sering lupa dengan nikmat-nikmat yang Allah berikan.
Terlalu banyak nikmat yang kita dustakan. Terlalu banyak kita melupakan nikmat
Allah. So, tunggu apa lagi? Yuk
segera buat jurnal syukur.
Tulisan di atas
adalah kombinasi dari ilmu yang saya dapat dari training dan saya hubungkan dengan ilmu kuliah dengan sedikit
analogi. Semoga tidak terkesan dipaksakan. Oh iya, saya memang yang menulis
tulisan ini tapi bukan berarti saya expert
dalam hal bersyukur. Seperti yang saya katakan sebelumnya, tulisan di atas
adalah kombinasi dari ilmu yang saya dapat dari training dan saya hubungkan dengan ilmu kuliah. Ayo kita sama-sama
belajar bersyukur agar konsep bahagia semakin lengkap. Jangan lupa, hilangkan
syarat-syarat penghambat kebahagiaan Anda dan letakkan bahagia sebagi input. Sekali lagi, yuk segera buat
jurnal syukur.