JALAN-JALAN SENDIRI ITU ASYIK

06.12


Assalamualaikum wr.wb.
Sudah lama sekali sepertinya sejak saya ngeblog (tidak juga, terakhir waktu post tentang workcamp). Tulisan ini adalah another random thought dan pengalaman. Salah satu keingian terbesar yang harus saya wujudkan sebelum menikah (Ceilah menikah, entah kapan) adalah melakukan solo traveling. Tidak perlu jauh-jauh, negara tetangga sudah cukup. Dikarenakan ketidaktersediaan waktu, hal ini sepertinya susah diwujudkan, mengingat pekerjaan baru yang sangat padat. Jadilah jalan-jalan mengelilingi Surabaya (Perbandingannya sungguh berbeda ya? Ya sudahlah). Mungkin untuk sebagian orang, jalan-jalan sendiri terasa aneh (?), terima kasih untuk teman-teman di Twitter yang terus mengcourage teman lainnya untuk berpikiran bahwa jalan-jalan sendiri itu menyenangkan dan bukan sesuatu yang memalukan atau membosankan. Kebetulan juga waktu itu hari efektif kerja, jadi tidak ada yang bisa diajak. Daripada tidak jadi, mending jalan-jalan sendirian. To be honest, saya banyak sekali belajar tentang filosofi hidup dari teman-teman Twitter (Ceileh filosofi hidup) di mana di mata masyarakat mungkin hal yang awam tapi sebenarnya hal tersebut sangat menyenangkan. Terima kasih mutuals saya di Twitter. Salah satunya ya ini, jalan-jalan sendirian. Apakah manfaatnya? Baca dulu pengalaman saya ini ya /insert emoji senyum.
Beberapa waktu lalu, saya memutuskan untuk mengunjungi House of Sampoerna dikarenakan HOS menyediakan city tour bus gratis. Sebagai kaum kismin, jika ada embel-embel “GRATIS” sungguh harus dimanfaatkan, benar tidak sobat kismin? HOS letaknya di Surabaya bagian utara, sedangkan kos saya ada di Surabaya bagian selatan. Ibaratnya ujung dengan ujung. GPS bersabda bahwa waktu tempuh kurang lebih 23 menit. Dengan keahlian dangkal menggunakan GPS secara audio (karena saya tidak punya alat di motor untuk hold HP yang biasanya dipakai oleh tukang ojek online) menggunakan earphone, tersesat sedikit dan harus putar balik beberapa kali merupakan hal biasa. Tidak heran jika waktu tempuh menjadi hampir satu jam, dan macet juga (mencoba menyalahkan macet, padahal di GPS juga sudah diperhitungkan). Ketika sampai di sana, city tour bus akan berangkat. Tidak ingin ketinggalan, langsung saya parkir motor dan berlari secepat smash petirnya si Kevin Sanjaya. Alhamdulillah, tidak ditinggal oleh bapak supirnya. Bedak pun harus luntur gegara lari di siang bolong (masih pagi lah hitungannya, tidak apa-apa lumayan untuk olahraga).
Penampilan city tour bus ini sangat eye catching, berwarna merah dengan beberapa gambar lucu. Di dalam bis, kami ditemani oleh tiga orang, yaitu bapak supir, mas pemandu tour, dan mas satu lagi yang jobdesc nya saya tidak tahu. Eh, mas ini yang bertugas sebagai temat mengumpulkan tour card (setiap peserta yang ikut city tour bus akan dikasih tour card). Suudzon sekali saya, maafkan Mas.
Rute awal adalah Tugu Pahlawan dan Gedung PTPN XI. Mas tour guide sangat andal dalam menjelaskan sejarah kota Surabaya. Entahlah mengapa, saya tiba-tiba tertarik ingin menjadi tour guide. Kira-kira bisa part time tidak ya menjadi tour guide? Di dalam city tour bus semuanya datang secara berkoloni yang artinya saya adalah manusia satu-satunya yang datang bersama bayangan saya sendiri. Setelah dijelaskan oleh mas tour guide, kami diberi waktu kurang lebih 15 menit untuk jalan-jalan di area Tugu Pahlawan atau sekadar foto-foto ala anak hitz IG. Dengan waktu hanya 15 menit, saya harus membatalkan keinginan untuk masuk museum Tugu Pahlawan. Bangunan makam pahlawan tak dikenal tiba-tiba mengingatkan saya dengan salah satu bangunan di Eropa. Beberapa hari lalu mbak Putri Komar bersama suaminya baru saja foto di bangunan berbentuk segitiga yang teretak di Prancis. Nama bangunannya adalah De Louvre Museum. Let’s just say ini versi mininya ya. Selesai berpanas-panasan di Tugu Pahlawan, kami meluncur menuju Gedung PTPN XI. Gedung ini menurut saya tidak terlalu wow seperti yang dikatakan oleh mas tour guide. Hanya saja warnanya yang mencolok yaitu coklat dengan ada aksen retaklah yang membuat bangunan ini cukup unik. Itu bukan aksen ya, memang bangunannya sengaja dibuat model retak ini karena dibangun secara terpisah. Fungsi utamanya adalah penahan gempa (untuk teknisnya, silakan bertanya ke anak Arsitek atau Teknik Sipil). Gedung PTPN X1 ini mempunyai banyak sekali pintu, mirip-mirip dengan lawang sewu dan di hall utamanya terdapat 11 (atau berapa ya? Entahlah, lupa) simbol berbagai kota di Indonesia.
Waktu menunjukkan pukul 11, saya pun memutuskan untuk masuk ke museum. Di HOS, museum utamanya terletak di sebelah kafe. Di dalam museum itu digambarkan sejarah pembangunan Sampoerna (merk rokok yang terkenal di Indonesia), mulai dari pendirinya sampai beberapa packaging yang digunakan. Oh iya, di dalam museum saya bertemu lagi dengan keluarga yang ikut city tour bus. Two thumbs up untuk orang tua yang mau mengajak anaknya pergi ke museum. Kalau sudah jadi orang tua, sayapun ingin mengenalkan museum ke anak sejak kecil (mulai ngaco lagi kan?). Tak hanya itu, saya juga bertemu dengan wanita paruh baya sendirian yang asyik membaca informasi tentang sejarah rokok di Indonesia. Di sebelah gedung museum rokok, ada gedung lagi yang berisi berbagai seni dari seluruh Indonesia. Misalnya kain dari Kalimantan, lirik dan nada lagu Indonesia Raya, foto-foto fenomena di Indonesia, bahkan ada foto pembukaan Asian Games 2018 kemarin. Menariklah pokoknya. Setelah puas, saya bingung antara ingin pulang atau ikut city tour bus yang kedua yaitu pukul 13.00. Daripada gabut di kos, hayuk ikut saja. Sembari menunggu, saya mengobrol dengan pasangan suami istri dari Surabaya yang juga mendaftar city tour bus untuk jam 13.00. Lalu datanglah seorang wanita paruh baya yang saya temui di museum tadi. Dengan sok kenalnya, saya mencoba bertanya apa yang ia lakukan di sini. Perkenalkan, namanya Tich, istri dari seorang guru di Perth, Auatralia. Ia sebenarnya datang ke Indonesia bersama suaminya untuk traveling tapi karena adalah masalah dengan passport suaminya, ia harus berangkat duluan ke Indonesia. Esok harinya suaminya baru sampai di Indonesia, Surabaya khususnya. Tich ini super baik dan asyik saja diajak mengobrol. 
House of Sampoerna

Art Museum
Rute kedua adalah Klenteng dan museum Bank Mandiri. Di Klenteng ini seperti tipikal klenteng-klenteng pada umumnya. Ada patung Budha, Dewi Gwan In, smiling Budha, entah mengapa saya tidak melihat patung Sun Wokong alias Kera Sakti. Di Klenteng ini, kami berkenalan dengan Angus, wisatawan asing asal Scotlandia. Awal ketemunya lucu ketika saya dan Tich menunggu untuk memasuki bis dari pintu depan. Mas ketiga yang sempat saya suudzon lalu membuka pintu bagian belakang, kamipun segera masuk lewat pintu itu.
Great, it’s like a shortcut,” kata Angus. Kami berdua pun mengangguk setuju. Iya, kami berkenalan hanya karena “jalan pintas/shorcut” yang sesungguhnya memang bis mempunyai dua pintu ya. Jadi bukan jalan pintas sebenarnya.
Ketika Angus memperkenalkan diri, pikiran saya tertuju ke masa lalu, tepatnya di SMA. Kala itu, satu kelas 10A sedang menonton film berjudul “Angus, Thongs, and the Perfect Snogging”, namanya mirip dengan salah satu judul film. Lalu kami mulai banyak mengobrol di museum Bank of Mandiri. Ternyata oh ternyata Angus dan Tich ini lahir di kota yang sama, di Scotlandia. Ya, kalian tahu kan jika orang bertemu dengan orang lain yang lahir di tempat sama, langsung connect, ibaratnya seperti raket Kevin yang putus di tengah pertandingan, dengan sigap dan tanpa aba-aba, koh Markus tahu bahwa Kevin akan mengambil raket di tengah pertandingan, sehingga ia harus kerja ekstra (sungguh pengandaian yang dipaksakan). Logat British keduanya pun muncul, saya yang listeningnya tingkat medium pun harus membutuhkan waktu untuk mencerna apa yang mereka bicarakan. Jika sudah tak mengerti, mau tak mau saya pura-pura mengerti dengan mengangguk-angguk. Logat British lebih susah didengar dari logat rustic ala Australia.
Selfie with Tich

Sun Wokong, dimanakah engkau?
Sama-sama kurang puas, kamipun mendaftar city tour bus untuk pemberangkatan jam 15.00. Sayangnya sudah penuh. Kami bertiga pun masuk ke waiting list.
Where are you going next?” tanya Tich kapada saya dan Angus.
I do not know”, jawab Angus.
Do you want to wait until the last minute?” tanya Tich.
I think no, the chance is so tiny. It seems impossible,” jawab saya.
Kami berdiskusi dan mereka bertanya tentang tempat wisata di Surabaya ke mbak Customer Servicenya (CS). Ya namanya keberuntungan, mbak CS bilang jika ada lima pembatalan. Kamipun langsung senang dan merasa beruntung. Sembari menunggu, kami pergi ke kafe dan sekadar minum.
So, tell me what is your both connection?” Angus penasaran mengapa saya bisa kenal dengan Tich.
We just met today,” jawab Tich.
Yes, we met at the museum as well,” saya menambahkan.
Percakapan seru pun dimulai. Angus itu sangat lucu dan fun untuk diajak mengobrol. Antusiasmenya bercerita tentang Indonesia sungguh patut diacungi jempol. Kakaknya Angus beristrikan orang Jakarta, karena itulah ia sering ke Indonesia. Ia menunjukkan fotonya di Bromo, Ijen, Pulau Komodo, Bali Semarang, dll.
You explored Indonesia more than me,” saya berkata sambil mengacunginya jempol.
Angus ini baru resign dari kerjanya, sekitar Bulan Mei. Ia memutuskan untuk traveling. Ia bertanya berapa lama liburan orang Indonesia. Ya saya jawab di weekend sama libur hari besar, maksimum seminggu waktu Idul Fitri. Terus, ia berbalik tanya. Intinya jika liburnya hanya seminggu, travelingnya bagaimana? Rasanya saya ingin menjawab “Percayalah Angus, kalaupun libur dua bulan, kami liburannya mentok pulang ke kampung halaman atau pergi ke propinsi lain. Kecuali kami bagian dari Crazy Rich Asian.” Pertanyaan sama yang pernah dilontarkan Paula dan Julio waktu workcamp. Lalu Tich bertanya kemana saja saya sudah traveling. Dengan PD saya menjawab Kamboja dan Arab. Padahal saya ke sana juga bukan untuk traveling, melainkan umroh dan ikut volunteering. Saya pun menceritakan pengalaman mengikuti workcamp di Borobudur. Percakapan pun berpindah topik ke politik dan entah kok bisa tiba-tiba sampai ke Donald Trump. 
"What do you think about Donald Trump?" tanya Angus ke saya, ia penasaran bagaimana orang Indonesia melihat sisi Donald Trump.
"Hm... he is a joke (?)" jawab saya. Mereka berdua pun setuju dan tertawa. Entah mengapa kalau bicara tentang Donald Trump, saya tetiba ingat Julio yang mengatakan bahwa Donald Trump itu keren. I was like, "Dude, are you serious?" Ya sudahlah. Tak lama kemudian, kemi keluar dari kafe karena city tour bus mau berangkat.
Rute awal adalah Bank of Indonesia museum (saya lupa bahasa Belandanya). Ya hampir sama seperti museum bank Mandiri sebelumnya. Hal yang keren di sini adalah sistem CCTV tanpa kamera yang menggunakan sistem mirror. Kreatif sekali. Perjalanan selanjutnya adalah Kantor Pos Indonesia. Ketika masuk, saya teringat oleh model stasiun di Eropa. Bahkan Angus juga menyetujuinya. Ada yang tahu mengapa Kantor Pos Indonesia berwarna oranye? Karena dulu kantor pos di Indonesia dibangun oleh Belanda yang warna khasnya oranye. Dulu pemerintah Indonesia ingin menggantinya tapi karena jaman dulu masih banyak penduduk yang tidak bisa membaca, maka untuk bisa membedakan bangunan ya lewat warna. Begitu. Rute terakhir adalah Gereja Kepanjen. Sebenarnya saya tahu gereja ini dari dulu, hanya saja saya baru tahu kalau tempatnya dekat HOS. Gereja ini bergaya neo gothic ala Eropa. Tidak percaya? Saya post foto ini, teman-teman langsung bertanya apa saya berada di luar negeri. Desain interirornya juga tak kalah, juga bergaya Eropa. Di samping gereja terdapat Cave of Mariah yaitu untuk tempat pembaptisan.
Me, Tich, and Angus

Gereja Kepanjen

Kondisi di Dalam Gereja Kepanjen
Finally, selesai juga jalan-jalan sendirian yang tak jadi sendirian ini. Salah satu manfaat jalan-jalan sendirian adalah mendapat teman baru (kalau ingin berinisiatif untuk kenalan lebih dulu), yang pastinya dapat cerita baru juga. Dua orang ini menginspirasi saya untuk mewujudkan keinginan solo traveling, apalagi si Angus.
Money is not that important as long as you get the experience of exploring the world,” Angus memotivasi saya untuk lebih giat menabung. Sebelumnya, Julio juga mengatakan hal yang sama dulu di workcamp. Angus kembali ke hotelnya menggunakan ojek online. Sebelum pergi, kami saling bertukar akun IG. Tich lalu memesan taksi, saya bertanya apakah dia tidak penasaran untuk naik motor.
It’s too dangerous Rosa,” jawabnya.
But you are not going to Asian unless you get on the motorcycle,” jawab saya mencoba meyakinkan. Karena tidak punya akun IG, Tich memberi saya kartu namanya agar bisa berkomunikasi lewat email. I was more than happy that day. From my view, ini adalah manfaat jalan-jalan sendiri :
1. Kita punya kuasa sepenuhnya untuk menentukan ke mana dan kapan kita akan pergi. Tidak perlu menunggu yang lain (self-scheduling).
2. Membuat kita lebih mandiri karena semua keputusan ada di tangan kita.
3. Dapat teman baru (kalau mau berinisiatif untuk berkenalan) dan tentunya cerita-cerita baru.

So, masih ada yang beranggapan bahwa jalan-jalan sendirian itu membosankan? 

   


You Might Also Like

5 komentar

  1. ciee mau ngajak anaknyak jalan2. :D
    aku ajak dunk. miss u so bad

    BalasHapus
  2. Promo Bonus: UANG TUNAI

    - Bonus UANG TUNAI Extra 10% (New Member)

    - Bonus UANG TUNAI Extra 5% (Setiap harinya)

    - Bonus UANG TUNAI RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)

    - BONUS SAHUR UANG TUNAI
    Bonus Sahur Khusus di jam 03.00 s/d 06.00

    - BONUS NGABUBURIT UANG TUNAI
    Bonus Ngabuburit Khusus di jam 17.30 s/d 20.30
    WhastApp : 0812-9608-9061

    Lnk : WWW. POKERAYAM. TOP

    BalasHapus
  3. langsung bisa coba dahulu dengan nominal deposit Rp 10.000,-kamu tidak akan menyesal bergabung dengan VITAPOKER. Selamat Bergabung dan Salam Jackpot !


    Promo Terbaru Poker Online – Promo Menjelang Ramadhan Pokervita 1440 Hijriah
    KLIK SINI LANGSUNG!!!


    Informasi Lebih Lanjut:
    | Whatsapp : +62 812-222-2996
    |lINK KAMI di : WWW.POKERVITA.VIP

    BalasHapus