KEBELET KE OLD TRAFFORD

19.25

Goallllllll…….”

United, United the champion.“
Momen itu, momen yang tak akan pernah terlupakan bagi para Mancunian (warga Manchester) dan pendukung setan merah, sebutan Manchester United. Sebuah pertandingan dramatis di final Liga Champion (liga tertinggi di Benua Eropa) yang mempertemukan antara dua klub dari satu negara Inggris yaitu Chelsea dan Manchester United. Skor akhir menunjukkan 1-1 bagi kedua klub. Sampai babak perpanjangan waktu, skor tidak kunjung berubah. Pertandingan pun harus dilanjutkan dengan babak penalty. Jika boleh jujur, saya merasa deg-degan dan rasanya jantung ini mau copot. Para penonton, termasuk saya, yakin jika Chelsea yang akan memenangkan final ini. Cristiano Ronaldo, sang arwah United, gagal mengeksekusi tendangan penalty. Sementara sampai pemain kelima Chelsea berhasil membobol gawang the Dutcman, Edwin Van Der Sar. Bisa dikatakan bahwa Dewi Fortuna berpihak ke kubu United ketika sang kapten Chelsea, John Terry, terpeleset saat menendang bola yang berujung tertundanya kemenangan Chelsea. Padahal, jika saja Terry berhasil mengeksekusi bola tersebut, dapat dipastikan Chelsea yang menjadi raja Eropa kala itu. Sangat dramatis, sungguh dramatis. Penendang terakhir United, Ryan Giggs,  berhasil dengan mulus mengeksekusi bola. Sedangkan penendang terakhir Chelsea, Nicholas Anelka, harus menerima kenyataan bahwa tendangannya mampu ditangkap oleh Van Der Sar. Champione, champione, ole, ole, ole.
Sumber : Google
King of Europe


 Cerita tersebut adalah sepenggal cerita kemenangan Manchester United yang sangat dramatis, lebih dramatis dari dramanya si ganteng Lee Min Ho. Sepak bola memang olahraga yang penuh drama. Iya, sebuah drama. Anda bisa menangis, tertawa, marah, senang, dan menikmati semua rasa hidup. Apalagi sepak bola yang dimainkan di liga terbaik dan terpanas di dunia, English Premier League. Permainan yang disajikan sangat kompetitif dan sulit diprediksi. Siapa yang mengira jika Manchester City adalah juara Liga Inggris? Mengalahkan Manchester United, Chelsea, Liverpool, dan Arsenal. Padahal menengok sejarah di liga Ratu Elizabeth ini, bisa dikatakan bahwa Manchester City hanyalah kuda hitam. Namun, sejak negara api menyerang,  semuanya berubah (mengapa harus negara api? Entahlah).
Jika bukan karena klub Manchester United, kota Manchester tidak akan dikenal seperti sekarang ini. Kota ini mungkin akan kalah bersaing dengan kota-kota di negara Inggris yang lainnya, seperti London, Liverpool, Cambridge, dan lain-lain. Mungkin banyak yang mengira bahwa Manchester adalah sebuah kota yang besar. Sebenarnya, Manchester adalah sebuah distrik yang berkedudukan sebagai ibukota Greater Manchester (setara dengan kabupaten di Indonesia).  “Kabupaten” Manchester sendiri termasuk region (setara dengan provinsi di Indonesia) North West, England yang beribukota di Liverpool. Selain Manchester United, klub papan atas Liga Inggris yang bernaung di Manchester adalah Manchester City.
Manchester United mempunyai sebuah stadion yang dijuluki dengan “Theatre of Dreams” atau panggung impian yang bernama Old Trafford. Old Trafford sendiri terletak di distrik (setara dengan kecamatan) yang bernama Trafford. Selain sebagai markas besar Manchester United, Old Trafford juga menjadi objek wisata bagi wisatawan lokal maupun asing.  Old Trafford menawarkan paket wisata sepertu tur keliling stadion, museum sejarah United, red café, dan Megastore (toko resmi souvenirs Manchester United). Untuk teman-teman yang singgah ke negaranya pangeran William ini, tak ada salahnya nih mampir ke Old Trafford. Syukur-syukur kalau ketemu pemainnya.
Red Cafe, Mana Carrick?
Megastore. Tinggal Dipilih Mau Jersey yang Mana
Old Trafford. Megahnya....

 Mungkin teman-teman merupakan fans fanatik United, termasuk saya. Lantas, apalagi yang sangat diinginkan oleh fans fanatik ini selain mengunjungi markas besar sang Raja Inggirs, Old Trafford? Jujur, saya terkena syndrome Old Traffordiphus kebeletikhus. Sebuah syndrome akut bagi fans United yang kebelet nginjak-injak rumput Old Trafford. Gejala yang timbul adalah nangis darah ketika menonton match United di Old Trafford, apalagi match terakhir Ferguson. Gejala ini bisa diikuti oleh pecahnya sebuah televisi. Hehehe.  
Stadion terbesar kedua di Inggris ini tidak hanya memberi kesan super bagi fans maupun pemain, tapi juga bagi para lawan. Misalnya nih si Xavi Hernandez (pemain Barcelona) penah berkata, “Memang benar apa yang mereka katakan, atmosfernya (stadion) sangat luar biasa. Wajar disebut theatre of dreams.” Tidak hanya dari pemain, bahkan Archibald Leitch, arsitek pembuat stadion Old Trafford, tergetar saat melihat hasil karyanya sendiri. Dia menggambarkan karyanya lebih tampan dari seribu lelaki. "Ini yang paling tampan. Ini arena yang paling dikenang dan tiada bandingannya di seluruh dunia." Kata Leitch saat meresmikan stadion itu 102 tahun lalu. Bagi saya sendiri Old Trafford adalah sebuah panggung impian. Impian para pemain untuk menang di tiap match. Impian mengangkat throphy setiap tahun. Hal yang terpenting adalah impian semua fans untuk mendukung langsung klub kebanggaan mereka bertanding di Old Trafford. Aih….. Benar-benar kebelet ke sana. Apalagi sejak para pemain membentuk sebuah band saingan The Beatles. Jika The Beatles berjalan di Abbey road, pemain United berjalan di Old Trafford(?). Hehehe. Nih fotonya:
The Beatles Versi Manchester
Stadion yang terletak di Sir Matt Busby Way ini memiliki kapasitas penonton sebesar 76212. Pertandingan pertama di Old Trafford dilaksanakan tanggal 19 Februari 1910 melawan Liverpool yang dimenangkan oleh the Reds (julukan Liverpool)  dengan skor 4-3. Oh no. Banyak pertandingan seru yang terjadi di stadion ini. Sebuah pertandingan sepak bola itu layaknya sebuah panggung sandiwara, penuh drama, tanpa penonton tahu bagaimanakah akhir dari sandiwara ini. Banyak terjadi drama di sini. Siapa yang menyangka United dilibas habis oleh City 6-1 di rumah sendiri? Atau siapa yang menyangka jika Arsenal dilibas United 8-2 di Old Trafford? Bahkan Cristiano Ronaldo harus mengehentikan laju United ke final Liga Champion 2012/2013 dengan gol yang ia ciptakan di Old Trafford. Mungkin yang paling dramatis adalah momen perpisahan sang pelatih terbaik dunia, sir Alex Ferguson, di Old Trafford kala United mengalahkan Swansea City dengan skor 2-1. Setelah pertandingan berakhir, Fergie memberikan pidato perpisahan. Apakah teman-teman bisa merasakan bagaimana saya ingin melihat langsung match terakhir sang pemilik hairdryer treatment ini? Pun, saya benar-benar ingin melihat para pemain yang keluar dari terowongan pertandingan dengan bernyanyi, “Champione, champione, ole ole ole.” 
Sudah puas dengan Old Trafford ? Apa mau review sedikit tentang Manchester United ?
20 thropies Premier League, 2 Liga Divisi Satu Inggris, 11 FA Cup, 20 Community Shield, 4 Piala Carling, 3 Liga Champions, 1 Piala Winners UEFA, 1 Piala Super UEFA, 1 Piala Interkontinental, dan 1 FIFA World Cup
Apakah Anda masih bertanya, mengapa saya harus ke Inggris?
Old Trafford. Iya, Old Trafford. Old Trafford sendiri ibarat magnet yang setiap saat mampu menarik benda-benda di sekitarnya. Tidak hanya sebuah magnet biasa, tapi magnet di Bermuda triangle yang mempunyai kekuatan super sehingga mampu menarik benda-benda dengan radius beribu-ribu kilometer. Ingin rasanya berdiri dengan membawa banner bertuliskan “Glory-Glory Manchester United” sembari bernyanyi “We’re the famous Man. United and we’re going to Wembley.” Ingin rasanya melihat Rooney cs bertanding secara langsung. Ingin rasanya berteriak sekencang-kencangnya saat United membobol gawang lawan. Ingin rasanya bertemu dengan sesama penggemar United dari seluruh dunia. Ingin rasanya berfoto dan berselfie ria di depan patung Alex Ferguson. Ingin rasanya membeli jersey asli di Megastore United. Ingin rasanya menikmati fish and chips sembari menonton United di red café. Ingin rasanya bernyanyi “Take Me Home United Road” secara berjamaah dengan fans lain dari seluruh dunia. Ingin rasanya dipeluk si ganteng jambul brewok, De Gea. Dan masih banyak kata “ingin rasanya….” Syndrome Old Traffordiphus kebelethichus  ini semakin lama semakin akut. Dan saya semakin kebelet ke Old Trafford. 
Inggris dengan segala pesonanya benar-benar membuat saya dan orang-orang di luar sana ingin sekadar mampir, kalau boleh lho ya (lihat dompet). Keinginan ini datang tanpa kulonuwun dulu. Banyak tempat bagus dan bersejarah di Inggris, seperti Big Ben, Buckingham Palace, Oxford University, London Eye, King’s Cross Station, dan lain-lain. Namun, priotitas utama bagi penggemar Liga Inggris adalah datang ke markas besar sang klub kebanggaan. Begitupun saya. Inggris, semoga kita bisa berjumpa (Amin). Old Trafford, semoga kita berjodoh (Amin) *colek Mister Potato. 
Tulisan ini diikutsertakan pada lomba #InggrisGratis oleh @MisterPotato_ID
Sumber Gambar: Google


You Might Also Like

2 komentar